Berita / Gosip mengenai environment alias lingkungan hidup kita beserta isinya baik itu binatang maupun tumbuhan dan habitatnya, serta lawatan wisata alam
Berita / gosip yang nyangkut ke review / resensi bahan tontonan , bahan bacaan, sama bahan dengeran.. halah... alias buku, musik, pilem baik yang pilem lepas (kejarrr..!) ato pilem seri.
Hosting paling murah, bisa bayar per bulan, hanya USD 2,9 atau sekitar Rp 30.000
Sambil Santai Ajaaa..
Main » 2009»August»30 » Saya Jurnalis Perang, Bukan Nenek Pensiunan!!
Saya Jurnalis Perang, Bukan Nenek Pensiunan!!
5:39 AM
Sudah lewat tujuh puluh tahun lebih sejak meletusnya Perang Dunia kedua, namun seorang veteran jurnalis wanita masih tetap mengingat dan bangga akan pengalaman karirnya.
Beliau yang kini berusia 97 tahun, adalah Ibu Clare Hollingworth. Kisahnya bermula pada tahun 1939 saat invasi Jerman (NAZI) ke Polandia.
Meski terlihat rapuh namun beliau masih tetap bersemangat bahkan bila diberi kesempatan, beliau masih ingin berkontribusi untuk dunia jurnalistik dengan mendatangi langsung lokasi - lokasi "hotspot" seperti daerah peperangan dan konflik demi mempublikasikan headline - headline bermutu.
Lahir di tahun 1911, cita-citanya menjadi jurnalis perang tercetus semenjak kecil, saat beliau senang menginspeksi bekas-bekas bom Jerman pada Perang Dunia ke 1 dekat rumahnya di Loughborough, Inggris.
Semasa hidupnya, beliau kerap menjadi saksi kekejaman dan kekerasan perang di tempat - tempat konflik seperti di Vietnam, Algeria, Timur Tengah, India, dan Pakistan.
Beliau memang sudah setengah buta, pun pendengaran dan daya ingatnya sudah tidak se-prima orang - orang kebanyakan sejak terserang stroke awal tahun ini. Tapi benar - benar luar biasa masa muda nenek ini, salah satunya saat beliau tengah berusia 27 tahun dan mengendarai mobil sendirian memasuki teritori Jerman demi menyaksikan pengoperasian perdana mesin perang milik NAZI pada akhir Agustus 1939, dan merupakan minggu pertama beliau bertugas sebagai jurnalis perang di Polandia.
Saat itu Clare muda diperkerjakan untuk meliput situasi yang makin runyam di Eropa oleh The Daily Telegraph (sebelumnya bernama Daily Telegraph and Courier ,harian terkemuka di Inggris yang didirikan tahun 1855 oleh Kolonel Arthur B. Sleigh). Clare tinggal di Kantor Konsulat Inggris di kota Katowice, sebuah kota perbatasan yang tertutup kecuali bagi kendaraan konsulat. Berbekal kenekatan dan tekad kuat, beliau memutuskan untuk meminjam mobil konsulat dan menyeberang ke teritori Jerman.
Saat sedang menyetir memasuki teritori Jerman, tanpa diduga angin kencang meniup tudung kamuflase di sisi jalan dan terlihatlah gerombolan besar pasukan Jerman, ratusan tank, artileri, dan mortir, yang mana kesemuanya mengarah ke Polandia dan siap untuk beraksi.
Clare kembali ke Katowice dan menyampaikan semuanya pada Kepala Konsulat yang mendengarkan dengan takjub dan tak percaya akan apa yang ia dengar, bahkan ia tidak percaya Clare berhasil masuk ke teritori Jerman. Konyolnya si Kepala Konsulat baru percaya saat Clare menyeretnya ke mobil lalu memperlihatkan padanya beberapa botol anggur, korek elektrik, dan film yang hanya bisa diperoleh dari teritori Jerman.
Kepala Konsulat tersebut kontan mengunci diri di ruang kerja nya dan mengirimkan pesan rahasia ke Kantor Kedutaan Besar Kerajaan Inggris di Warsawa untuk diteruskan ke pihak Polandia. Sebagai seorang jurnalis handal, Clare pun tak tinggal diam. Beliau segera menyusun berita dan mengirimkannya ke koleganya di Warsawa yang kemudian disampaikan langsung ke The Daily Telegraph hanya dalam beberapa menit. (Seperti yang beliau tuturkan dalam autobiografinya "Captain If Captured" )
Pada saat semua orang di Kantor Konsulat masih terlelap, Clare pula lah yang pada pagi buta 1 September 1939 menelpon Kedutaan Besar Kerajaan Inggris di Warsawa bahwa perang telah dimulai, karena Clare tiba-tiba terbangun oleh raungan keras pesawat-pesawat tempur, rombongan tank, dan artileri NAZI melewati Katowice. Konyolnya lagi saat pihak Kedutaan tidak mempercayai apa yang Clare sampaikan (karena pihak Kerajaan Inggris kepedean dan still yakin mereka bisa mencegah pecahnya perang melalui negosiasi dengan Hitler), beliau menarik gagang telepon ke luar jendela kamarnya untuk memperdengarkan kebisingan dari pasukan NAZI.
Walaupun kini Clare mengalami kesulitan untuk menggali memorinya kembali ke saat-saat luar biasa dan menegangkan tersebut, namun beliau masih ingat betul ketika ia meliput langsung ke garis depan saat Polandia dihujani oleh bom dari pesawat-pesawat tempur Jerman.
Selama 20 tahun setelah kejadian tersebut, Clare masih tetap setia dengan profesinya sebagai jurnalis perang. Bahkan beliau pula yang mengungkap pembicaraan mengenai perdamaian antara Hanoi dan Washington pada masa akhir perang Vietnam, dan juga terungkapnya Kim Philby seorang warga negara Kerajaan Inggris yang memata-matai negaranya sendiri dan menjual informasi tersebut ke pihak Uni Sovyet.
Pada tahun 1946, Clare dan suaminya-Geoffrey Hoare- lolos tipis dari kematian ketika teroris membom hotel King David di Yerusalem - tempat mereka tinggal- dan merenggut 91 nyawa kala itu.
Usia memang tak dapat kembali muda, namun semangat Clare masih tetap membayang. "Saya adalah jurnalis perang, bukan seorang nenek pensiunan!"